Rabu, 31 Desember 2014

BERSYUKUR ITU....

Hari ini 31 Desember 2014....Penghujung tahun...yang seharian aku habiskan dengan bekerja sambil "merenung", refleksi diri. Berusaha memahami dan berlatih mengasah rasa syukur. Seminggu ini ada beberapa kejadian yg kualami.
Hari itu ketika sedang belanja di pasar tiba2 datang seorang laki2 tua kurus kering berdiri persis di luar pintu jendela mobilku. Dia tdk berkata apa2, hanya diam dan menatapku tajam. Aku seperti tersihir dibuatnya. Wajahnya yg keriput itu sungguh menawan, damai dan ...ah..entahlah aku tidak bisa mendifinisikannya. Dengan reflex aku buka kaca jendelaku dan aku ambil sejumlah uang yang lebih dari biasanya, lalu aku berikan pada Beliau beserta sebotol air mineral. Tiba2 sebegitunya doa itu meluncur dari bibir tipis Beliau yang aku sendiri tak paham maknanya. Di akhir doa Beliau menepuk pundakku sebelah kanan dan berkata...."semoga anak2mu nanti jadi anak yang berderajat dan bermartabat"....lalu Beliau meninggalkanku yang masih tertegun menatapnya. Akupun berucap lirih...."amiiiin".....sambil mengusapkan kedua tangan ke mukaku. Aku masih terdiam di dalam mobil hingga bbrp saat. Menarik nafas panjang dan menutup mataku, merasakan nikmatnya kata2 Beliau tadi.

Setelah belanja aku berjalan menuju mobil, tiba2 datang lagi seorang laki2 tua kurus hanya saja yang sekarang ini lebih tinggi. Diam dan hanya menatapku. Kembali aku berikan sejumlah uang yg menurutku cukup pantas . Lalu beliau menepuk pundakku yang sebelah kiri sambil berkata singkat...."semoga sampean selalu diberikan keselamatan dunia akherat".......kata Beliau lalu pergi. Akupun kembali berguman....."amiiiin". Kembali aku tertegun, diam sambil melihat ke arah Beliau berjalan. Cukup lama hingga tiba2 seseorang memintaku agak minggir sambil bertanya...."ngapain di tengah jalan Bu".....lhooooh....kok ternyata aku berdiri agak ke tengah jalan, padahal perasaanku tadi aku mau berjalan menuju mobil yang kuparkir di pinggir jalan. Aaaah.....entahlah.
Dua kejadian di pasar hari itu membuatku seperti melayang. Siapa mereka? Waktu habis menerima pemberianku Beliau2 bahkan tidak berucap "terima kasih" (aku sih tdk ingin diucapin terima kasih). Beliau juga tidak berucap Alhamdulillaah. Tiba2 langsung berdoa dan berlalu begitu saja meninggalkanku.

Sehari kemudian saya diketemukan dg seorang nenek tua renta yang sedang berjalan di trotoar jalan protokol di kotaku. Aku menghentikan mobilku. Kuambil beberapa lembar uang dan kuberikan pada Beliau. Seketika raut mukanya yg sudah berkeriput itu berubah. Sumringah sambil berucap....maturnuwun nduuuuk....mugo2 diparingi rejeki, sehat, waras.....alhamdulillaah  ya Allaah....(katanya sambil memegangi lenganku). Kulihat buliran bening menetes dari pinggir matanya yg sudah menyempit itu , entah mengapa seakan dibiarkannya menetes begitu saja. Tangan rentanya bahkan makin erat memegangi lenganku. Aah...si Mbah.

Di hari yang sama suamiku pulang dengan membawa 20 biji sapu ijuk. Aku sudah paham betul dengan apa yang terjadi. Pasti Beliau habis bertemu dengan seorang penjual sapu di jalan dan diborongnya semua dagangannya, tanpa pertimbangan, tanpa syarat. Hmmmm....kelihatan sekali dari senyumnya yg penuh arti itu. Nah...betul kan. Kebiasaan ini memang sering kami lakukan.

Seperti yg terjadi padaku beberapa hari lalu juga. Berpapasan dengan bapak tua penjual garam laut kasar. Dengan sigap 2 sak garam itupun berpindah ke mobilku. Hingga kini masih ada di rumahku. Aku melihat kegembiraan di mukanya. Cara bersyukurnya,  Ucapan syukur padaNya dan terima kasih padaku itu lhooo....sesuatu bangeet. Untuk apa yaa garamnya? Aaah....gak usah ditanya.

Sore inipun aksi memborong terompet tahun baru terjadi di depan rumahku. Aku tidak peduli apa kata orang tentang kemungkinan penyakit tertular dari ujung terompet yang sudah dicoba banyak orang. Apapun itu tak akan terjadi atas kuasaNya.  Kasihaaan....si bapak itu sudah keliling 2 hari dan belum laku semua. Sumringah wajahnya....semangat...syukur...terima kasih yg sederhana membuatku terkesima. Aah....Tuhan....caraMu menegurku begitu halus. Thanks a lot GOD....

04 Jan 2015......
Dua point penting aku dapatkan dari bbrp kasus diatas. Diantaranya cara bersyukur dan berterima kasih. Dua orang pertama tidak secara nyata mengungkapkan kata syukur dan terima kasih. Tapi aku bisa merasakan dari sinar matanya itu sudah cukup mewakili , bahkan lebih dalam dari kata yang terucap. Doanya yang terucap mempunyai kekuatan sugesti yang luar biasa. Sungguh itu.
Beberapa orang selanjutnya....syukur dan terima kasih terucap dari mulut beliau2 dengan sungguh2 diikuti olah tubuh yang membuatku trenyuh dan beberapa kali menelan ludah menahan haru. Sungguh...itu mengajarkanku sebuah etika yang indah. Etika bagaimana kita harus bersikap pada Tuhan dan pada sesama ketika kita menerima rejeki yang tak disangka2.
Memaknai kedua contoh diatas sebagai pribadi yang "tahu diri", itulah pesan dari pelajaran yang aku terima. Bagaimana kita harus bersikap pada Tuhan sebagai wujud rasa syukur. Tidak harus berteriak keras, tapi bisa juga dg mengucapkannya setajam mungkin di dalam hati kita lalu diikuti suatu tindakan nyata sbg manifestasinya. Apa itu? Menyalurkan kembali energi positif kita pada sesama makhluk di semesta. masuk ke dalam sebuah sistem alam, sunatullaah....agar kita bisa berperan aktif dalam tiap pengambilan "keputusan" penting dalam hidup kita.
Bagaimana kita harus  bersikap pada sesama makhluk yang sudah menjadi wasilah  bagi tersampainya rejeki pada kita. Apa2 yang kita terima semua melalui wasilah, perantara. Entah itu rejeki, ilmu, anak,  makanan, minuman, nafas, air, dll. Tak ada yang langsung tersampaikan pada kita. Rosulullaah Muhammad SAW juga menerima wahyu melalui perantara Jibril. Kita dihadirkan di bumi ini dengan wasilah orangtua kita, maka hormat dan berterima kasihlah pada mereka. Ilmu diwasilahkan melalui guru, maka hormat dan patuhlah pada guru.  Gaji kita diwasilahkan pada sebuah instansi atau perusahaan, maka jagalah mereka. Makanan, minuman,  udara kita nikmati melalui tanah dan angkasa sebagai wasilah. Maka hormat dan berterima kasihlah pada mereka dengan menjaga keseimbangan alam. Begitu tindak nyata seharusnya. Sayangnya pemahaman sederhana ini sudah mulai memudar. Lalu dimana peran kita? Jawaban ada di hati kita masing2.

Belajar ilmu hidup pada mereka yang di "embongan" kadang membuat malu kita untuk menceritakannya pada orang lain. Orang akan lebih bangga ketika merasa berguru pada seorang tokoh terkenal. Tak jarang sambil menepuk dada berkatanya. Bagus siih....boleh juga . Tak ada larangan. Tapi mari kita sisakan sedikit saja waktu kita untuk mendekati kaum "embongan". Banyak hal yang bisa kita pelajari. Ilmu hidup yang kadang tdk kita dapatkan di bangku sekolah formal. Mari juga kita sisihkan sedikit waktu kita untuk bercengkerama dengan alam agar hidup ini balance.
#indahnyahidup

IW, renungan akhir tahun 2014 dan awal tahun 2015.....

0 komentar:

Posting Komentar